kekonyolan hati

Ada hal-hal di hati yang utuh2 gak bisa dikendalikan oleh pikiran. /halah/

KOnyol kali hari ini. Dua kali zz buang-buang air mata dengan percuma dan begitu saja. Ish, malas li lah kita. Konyol kali kondisi hati zz hari ini. Kali pertama, siang tadi, abis ngelabrak anak yang neror itu, abis dia pergi malah zz gemetaran nahan kesel. Dia masih ngeles. Ya Allah. Baiklah, zz ikhlaskan saja lah. Rasanya pun zz pengen lupa sama kejadian tadi siang itu tapi kak ipeh ngerekam pula pake kamera handphone. hihihi. Siapa perlu dokumentasi sebagai bukti otentik? ajajajaja.

Konyol kali malamnya lagi. Sedikiiit yang zz pun ga tahu kok bisa 'cuma' gara2 frase kalimat pendek itu, zz jadi 'nyess' sedih di hati. Hana meu pu. Male gob gob na. T.T

Over all, seems that today I experienced bad things without any expectation that I would face it right in front of me. One was so fool, wanna forget it soon. Another was even fooler. agegegege /gigit gerendel pintu/


Mari kita lupakan. BAnyak hal yang lebih penting yang perlu diingat. Caiyo, nak. Ganbatte kudasai ne. iro-iro na koto wa shinakereba naranain dese yo. kono kanashi no koto wasurete kudasai. Ne! :D

Jya, faitto. Bismillah.

-------------
Allah, angkat sedikit kerapuhan di dalam sini. Agar fokus hati dan pikiran ini tidak terusik hal-hal sepele macam ini. Agar ketegaran dalam melangkah tetap menjadi bagian dari usahaku. Aamin.

Kunci Keseragaman Kolektif

Kadang-kadang saya mikir, apa ya yang bisa membuat suatu kelompok punya kebaikan yang seragam yang hampir sama kadarnya di hampir semua elemen anggotanya? Langsung saja contohnya. Misalnya, keseragaman dalam menjaga loyalitas terhadap kelompok yang dengan nyata dicatat sejarah hingga hari ini, seperti harakiri. Demi menjaga rahasia dan kehormatan kelompoknya, seorang samurai rela melakukan bunuh diri. Sikap mempertahankan loyalitasnya seragam. Apa yang bisa membangun keseragaman sikap seperti ini? Doktrin kah? Untuk kasus samurai ini, boleh jadi. Untuk hal-hal yang lain, selain doktrin, berupa apa? Hmm. mungkin, lingkungan hidup yang membentuk mereka dan kemudian menjadikan mereka mengkonstruksi sikap itu dalam pikirannya, mennghujamkannya dalam-dalam lalu keluarlah sebagai sesuatu yang terlihat seragam sebagai sikap khas komunitas.

Pengaruh lingkungan sosial yang konstruktif ini agaknya yang terlihat cukup potensial terjadi. Karena hal ini terjadi secara alami dan `tidak disengaja`. Beda dengan doktrin tadi, ada kesengajaan membentuk sikap, kesengajaan untuk menerapkan itu dalam diri dan kesengajaan-kesengajaan yang lain yang memang sudah dirancang agar berujung pada satu keseragaman. Done. itu indoktrinasi.



Kita lihat contoh nyata yang sepele penerapan kebaikan atau keteraturan yang seragam yang terjadi secara `alami`, kebiasaan buang sampah pada tempatnya. Coba lihat, seberapa banyak masyarakat kita yang merasakan kecanggungan saat mencampakkan bungkus permen, botol air mineral, bungkus snack, atau sekalian, kantung plastik besar dengan seenaknya. Canggung? Ahihihi, kebalik, kebalik, sikap canggungnya adalah saat membiarkan sampah itu di tangan, atau memilih memasukkannya ke tas, saku baju/celana, sampai kemudian membuangnya saat menemukan tong sampah. See? Buang sampah sembarangan sudah jadi `kebiasaan buruk` yang seragam di tempat kita. Jangan bersedih hati jika ternyata bukan kebaikan seragam yang menajdi contohnya.

Contoh lain. Merokok di tempat umum. Mereka, saat merokok di tempat umum, dengan ketegaan luar biasa membiarkan orang terbatuk-batuk hebat, mengasapi anak bayi, meracuni nenek-nenek dan merampas oksigen bebas orang lain, dan sebagainya. Berapa banyak sih yang sensitif dan mau memperhatikan masalah ini. Tapi, fenomena seragam para perokok yang mudah ditemukan ya seperti itu, merokok dengan sadar sesadar-sadarnya bahwa di sekelilingnya itu tempat umum tapi hanya memikirkan diri sendiri, bahwa dia melakukannya karena mudharat, ketagihan rokok dan jika tidak melakukannya adalah siksaan. Haa? Kebrutalan yang… seragam? :mrgreen: (Hei! ini kok lagi-lagi keseragaman yang gak baik sih yang dijadiin contohnya? :evil: )

Wah. Baiklah, sekarang contoh kebaikan seragamnya. Bangsa Italia misalnya, dikenal dengan gaya kerjanya yang aneh dan gila-gilaan (setidaknya begitulah yang pernah diceritakan dosen saya). Mereka akan sarapan sedikit sekali pagi-pagi benar dan makan siang agak terlambat. Pada saat jam makan siang, restoran-restoran dan kedai makanan akan buka seperti biasa. Lalu setelah waktu makan siang, mereka akan bekerja kembali. Di saat jam kerja dan di luar waktu makan siang ini, jangan harap kita bisa menemukan restoran yang buka. Nope. Ada cerita, seorang Amerika yang mengeluarkan sumpah serapah saat ia berada di Italia suatu hari. Ia kehausan sehaus-hausnya dan sialnya itu di luar waktu makan siang orang-orang, dan tentu saja tak ada restoran yang buka, meski hanya untuk sebotol air mineral saja. Aneh ini. (Ahihihi… saat mendengar ceritanya saya sempat nyeletuk dalam hati, memangnya ga ada vending machine dekat situ? :P ). Jadi bangsa Italia ini terkenal sekali dengan budaya kerjanya yang unik ini. Keseragaman yang baik kayanya? :)

Selanjutnya budaya buang sampah masyarakat Jepang. Pemerintah mereka tidak perlu lagi memberlakukan denda jika ada yang buang sampah sembarangan ataupun melakukan pembuangan sampah yang tidak sesuai jenis sampah dengan jadwal perhari yang telah ditetapkan di seluruh Jepang. Tidak akan ada denda. Karena semua telah punya pikiran dan sikap patuh hukum yang seragam. Biasanya jika ada orang asing yang `bandel` teguran bisa didapatkan dari siapa saja, entah itu nenek-nenek, ibu-ibu rumah tangga, atau bapak-bapak yang kebetulan memergoki perbuatan itu. Dan tentu saja tidak ada doktrin. Ini lahir sebagai akibat kontsruksi sosial yang terus menerus dan akhirnya menjadi sebuah sikap universal di mana pun.

Atau juga misalnya, kesadaran merokok tidak di tempat umum. Mereka akan merokok di tempat khusus yang disediakan, atau di pojokan yang jauh dari keramaian. Tidak akan kita dapati mereka yang merokok di dalam kereta api, bus, di ruang tunggu stasiun atau tempat-tempat publik lainnya. Kesadaran akan hal ini sudah membudaya dan menjadi sikap kolektif. Juga sikap ingin membantu orang lain. Jika ada orang asing yang terlihat celingak celinguk atau gelisah tidak jelas di tempat umum, entah misalnya tersesat tidak tahu jalan, sepeda yang rusak dan kehujanan (pengalaman pribadi :P ), tidak tahu bagaimana memilih jurusan bus, salah naik kereta api, atau cara membeli tiket di ticket-machine, akan ada saja orang Jepang yang bersedia bertanya kesulitan kita dan menawarkan bantuan. Entah itu ternyata bapak-bapak tua, anak muda, mbak-mbak cantik yang sekilas terlihat sombong karena dandanannya yang wah, atau anak-anak sekolah. Mereka akan menanyakan `ada apa` atau `ada yang bisa dibantu` atau `kenapa?` dan pertanyaan simpatik lainnya serta menawarkan bantuan. Sikap kolektif ini sudah membudaya. Lagi-lagi seragam.

Untuk kasus peraturan, misalnya di kantor, sekolah, janji profesional, Japanese sangat strict akan masalah waktu. Mereka yang biasanya terlihat begitu ramah akan berkata dengan tegas dan jelas masalah ketidaksukaan mereka akan keterlambatan, betapa waktu semenit pun sangat penting adanya. Jika dengan mudah kita sepele pada satu menit atau menit-menit yang lain, suatu saat kita akan mudah mengabaikan keterlambatan belasan menit, setengah jam, dan seterus-seterusnya. Haa? Kedisiplinan yang juga seragam?

Maka, sama halnya dengan hal-hal yang umum menjadi sikap di masyarakat kita. Jika suatu kali, kita menemukan ibu-ibu yang minta tolong karena kehabisan ongkos atau mengatakan anaknya sedang sakit misalnya, di bus, kereta api, atau dimana, beberapa kita akan langsung punya pikiran lain, `Wah, jangan-jangan pengemis penipu nih`, dan (mungkin) akan memilih sikap tidak membantu, karena pada kebanyakan memang banyak penipu dengan gaya penipuan sejenis itu yang biasa kita temui di sekitar kita. Sikap seragam yang hampir mungkin disetujui oleh lainnya adalah, dengan tidak membantu.

Masih ada lagi. Sikap meninggikan ego yang seragam. Lagi-lagi contoh sepele, jika ada dua orang yang bertabrakan di jalan misalnya, entah kenapa sikap paling umum yang terlihat adalah, bisa jadi keduanya akan sama-sama marah-marah, merasa orang lain yang lebih dulu menyenggolnya dan merasa tidak salah. Padahal kalau sama-sama minta maaf bakalan selesai toh? toh sama-sama sakit juga? :P
Tapi tidak, malah lebih memilih menyalahkan orang lain, bersungut-sungut. Hampir seragam. (saya gak bilang ada yang tidak begitu ya, tapi pada umumnya, seperti itulah yang terjadi.). Jika kita ketemu orang yang setelah kita tabrak (kita tahu itu salah kita) lalu orang tersebut yang lebih dulu minta maaf, apa pikiran yang pertama terlintas? “Huwaaa… orang ini baik banget. Manusia langka!” Gitu mungkin? Karena apa ? Kita sudah menstigma, bahwa pada umumnya di masyarakat kita, tingkat mengendalikan ego untuk hal-hal sepele macam itu masih bermasalah.

Ada lagi misalnya orang yang suka mengeluarkan sumpah serapah saat lama di lampu merah, begitu hijau, dan mobil di depannya belum jalan, dengan semangat juang 45, membunyikan klakson sekencang-kencangnya karena kesal. Waww… sikap kaya gini lumayan seragam juga ya? :mrgreen:



***

Dari contoh keseragaman yang baik dan tidak baiknya itu, kita bisa lihat, bukan doktrin yang bekerja disana, bukan. kebaikan dan ketidakbaikan itu hasil konstruksi lingkungan sosial, yang dipersepsikan oleh tiap individu, tertanam dalam tiap diri, lalu lahir sebagai sikap pribadi, hingga kemudian terlihat sebagai sikap kolektif, mencitrakan sikap khas suatu komunitas. Seragam, baik itu baik ataupun tidak baik.

Jadi? Jadi? Berarti karena lingkungan yang membentuk orang bisa seperti itu? Atau karena sikap individu yang awalnya memang sudah `beres` dengan dirinya dan moralitasnya, hingga kemudian bisa menyumbang keseragaman di komunitasnya? Yang mana duluan? Lingkungan yang membentuk orang bisa baik atau bisa seenaknya, atau memang sikap tiap pribadi yang kemudian mengkonstruksi lingkungan sosialnya menjadi komunitas yang baik dan kondusif?

Jadi yang mana lebih dulu yang bisa menjadi kunci efektifnya? Ahem. Jangan bawa-bawa teori Ayam-Telur itu ya. Teori itu diabaikan disini. :cool:

Saya lebih suka bilang, bahwa itu ada di individu. Ya, individu itu komponen dari komunitas sosial kan? Ada yang sudah `pas` dengan manusia-manusia Italia yang punya semangat kerja keras yang lain daripada bangsa lain di dunia.(Ah, anda boleh bilang ada pengaruh budaya turun temurun sih, tapi sekali lagi, kita abaikan dulu untuk pembenaran pendapat saya ini :P ). Dan juga ada yang `telah teratur` dengan sikap dan moral seorang manusia Jepang yang ; tidak mau merokok di tempat umum, mau membuang sampah sesuai jadwal dan tidak sembarangan, punya sense of help yang spontan, tidak tergerak buat ngerusuh walau saat mabuk sekalipun dan sebagainya. Juga mungkin memang sudah begitu `ego` seorang manusia Indonesia, yang langsung bisa marah-marah kalau ada nyenggol dikit, yang lebih memilih mengemis dengan menipu daripada bekerja baik-baik, yang lebih memilih diam jika ada ketidakberesan karena mungkin takut dianggap melawan arus, dan sebagainya.

Jadi? (lagi)
Kalau ada yang salah dengan kondisi sosial masyarakat kita hari ini, boleh dong kita bilang, ada yang salah sama manusia-manusianya. Bukan lingkungan sosialnya. Kalau ada masalah dekadensi moral hari ini di hampir semua bagian kehidupan, mulai dari lurah-lurah, tukang ojek, anak sekolah yang hobi tawuran, tukang jambret, penipu dengan gaya pengemis, sampai ke konglomerat dengan moral tanda tanya, pegawai rumah sakit yang acuh tak acuh jika yang datang berobat adalah orang miskin, atau pejabat korup, jangan salahkan iklim sosial Indonesia. Manusianya yang salah. Jadi kalau mau berubah, tiap orang yang `bermasalah` harus disadarkan dulu. Eh, bukan berarti gak ada lagi satupun manusia `normal` lah, masih, masih banyak. Saya sangat yakin akan hal itu. Masih banyak orang baik yang tidak kita kenal. Cuma, gak bisa bersandar sama itu saja kan? Orang-orang yang `moral`nya sakit harus menjalani rehabilitasi mental, harus disadarkan, atau itu bisa terus-menerus menular dan mencemari mental orang baik-baik tadi. Bahaya kan?

Jadi kalau mau membentuk komunitas yang baik dengan keseragaman yang kadarnya sama di hampir semua level anggota komunitas itu, manusia-manusianya juga harus jadi manusia-manusia yang santun dulu, ya kan?

Rindu ini, Bunda...

Tertulis ini karena rindu itu, padamu...


Mengeja Bait Cinta Bunda

Bunda, saat keajaiban diizinkan terjadi, kalau boleh kupintal semua udara yang ada lalu kujalin dengan renda dan benang angin tiap musim, menjadi nafas cinta, selalunya kuyakin ia takkan pernah cukup buat mengeja bait cintamu

Bunda, ketika semua udara itu berubah menjadi cinta, selalunya ia tak mampu membingkai kasihmu yang melaut itu... Selalunya akan begitu?

November ini hadir kembali. Indah... Mungkin karena Engkau dan Ayah dilahirkan di bulan ini...? Bukan? Ah entahlah, kutak punya cukup kata untuk mengeja...
Maka Bunda, maafkan jika pernah ada urai bening mutiaramu karena aku...
Maafkan jika ada luka mengusik ruang batinmu...
Maafkan...
Karena selalunya aku tak cukup mampu mengeja bait cintamu...
Tapi aku tetap akan berusaha...
Hingga nanti di akhir pertemuan kita
Biar Allah saja yang menetapkan skenario-Nya

Selamat Hari Lahir, Bunda
Engkau yang tak lelah menuntunku
Ke jalan penuh bunga
Dengan buku-buku cinta
Ah, aku tak pernah selesai mengeja tiap bait kata
di lembar-lembar bukumu Bunda...

Kutitip salam pada udara, angin musim, semua makhluk Tuhan kita
Moga mereka sampaikan pada Bunda
Bahwa aku terus mengeja
Mengeja Bait Cinta Bunda
Moga ianya terus seperti itu
Hingga nanti ke ujung usia
Kala kaki-kaki menjejak syurga...

--
Hmm, zz nulis itu pas November 3 tahun lalu. Jadi, udah jelas kan kenapa beberapa bait terasa kurang up to date. hehe. Yang menggerakkan tangan di keyboard untuk entri ini adalah kerinduan yang teramat sangat padamu, bunda. Allah, sayangilah ia selalu, juga Ayah, sosok yang sangat ia cintai. Jagakan mereka selalu saat penjagaanku tidak sampai pada mereka.

What A Warmful Day

Hasil bongkar-bongkar blog lama, rasanya entri ini adalah entri yang 'just match' sama kondisi sekarang. Gyahahaha. /tertawa getir/
Oh, well... here it goes then...

Saat yang lain tak mampu membuat kita tersenyum, semoga kita masih punya persediaan senyum itu di kantong bahagia kita. Yah, sisakanlah selalu kantong untuk kebahagiaan. Sepenuh apapun sudah kantong-kantong di sekitar "tubuh" kita. Maka, kita akan sanggup tertawa walau ada sedikit sakit di dalam sana, kita akan bisa membagi senyum buat orang-orang sekitar walau sebenarnya kita sedang terluka. Ini bukan cerita tentang sandiwara namun kisah tentang bahwa sebenarnya kita tak harus benar-benar menangis di sepanjang waktu yang kita punya saat kita sedih dan terluka. Kita tak harus menyimpan senyum dan keriangan yang kita punya utnuk dibagi pada orang-orang kala ada sedikit gundah dan ketaknyamanan. Karena kita punya persediaan "itu". Maka jangan pernah biarkan ia kosong.

Terkesan sedang menghibur diri sendiri? Ah, tak juga.

--
Ps :
Judulnya tetap sama dengan postingan di Snow Drop itu. Biarkan saja ya, agar zz tetap ingat sama postingan lama itu. -__-'

Bolehkah berharap?

Allah, sejujurnya di lubuk hati tersimpan rapi harap itu. Hanya akan keluar jika Engkau izinkan kenyataan itu terjadi. Jika belum, akan kukunci rapat di dalam sini. Hanya kejujuran sepenuhnya lahir di hadapan-Mu. Zat yang mengetahui segala rahasia yang ada. Zat yang harap dan asa kami sepenuhnya dalam kuasa-Mu.

Tanpa malu kuurai senantiasa untaian doa itu. Jika memang itu terbaik buatku, kabulkan dengan proses paling indah seperti janjiMu. Jika memang bukan itu yan terbaik, aku akan ikhlas dan menanti settingan terbaik Engkau Yang Maha Tahu yang terbaik buat hambamu.

Maka Allah, Engkau yang tahu padu padan antara harap dan anugerah Mu kelak. Mudahkanlah. Mudahkanlah. Jangan sibukkan hati dengan perkara yang melalaikan. Jangan biarkan keterpedayaan oleh kesemuan hal itu. Biarkanlah kebahagiaan hakiki dengan kehalalan dan keberkahan dariMu menantiku. Dan seperti yang Kau tahu, ada harap itu di dalam sini. Aku bawa selalu sepenuh hati. /melangitkan doa/

--
maka, buatlah harapan itu, berusahalah semampu yang kau bisa. Lalu biarkan Allah menjalankan skenario terbaik-Nya...

ps :
Zz bakal ngecek postingan ini kayaknya, jika di masa depan nanti, doa ini dikabulkan sama Allah, huehehehe. /sempat-sempatnya dirimu, Nak/ =))

Muara Kesedihan itu

Hanya padaMu. Aku tahu. Aku tahu. Maka Allah, ringankanlah sedikit kegundahan ini. Hibur sedikit sosok rapuh ini. Huff.

Hari ini dua peristiwa besar yang sama-sama berupa kesedihan merintangi jalan hidup zz. Salah satunya langsung di lingkaran keluarga. Ya Allah, mudahkanlah. Yang satu lagi, sahabat tercinta. Doa tetap sama, kulangitkan pada-Mu. Mudahkanlah.

Keduanya menyita, yang pertama sudah zz coba ikhlaskan, mungkin Allah memberi ujian bagi kami agar tertempa menjadi lebih baik, teguran agar kami memperbaiki diri, semoga hikmah itu tertangkap dengan baik dan sepenuh hati pemahaman itu sampai ke relung hati terdalam kami, YA Allah.

Tapi yang kedua ini. Bening air ini tak mampu kubendung. Turun. Kuatkan hati sahabatku Ya Allah. Zz tahu Tia begitu berharap dengan S2 ini,banyak harapan dan cita dipertaruhkan. zz sempat jadi saksi perjuangan dan usaha sungguh-sungguhnya. Tapi belum rejeki di saat LoA yang tidak semua orang bisa dapatkan? Pemda tega. :((
Bukankah itu jadi bahan pertimbangan yang sangat-sangat kuat. Huff. Yah, skenario Allah adalah yang terbaik dari yang pernah ada, zz paham dan tahu itu. Tapi Allah, sedih dan kecewa karea harapan dan ekspektasi yang terlanjur ada, bukankah sangat menunjukkan kualitas manusia kami. Maka, ampuni kami jika ada airmata ini. Maafkan kami jika kesedihan ini sulit pergi untuk saat ini. Semoga kesedihan dan kekecewaan yang ada menjadikan kami orang yang tetap melangkah dan mensyukuri nikmat-Mu. Ampuni atas kelalaian hati jika sempat terbersit kenapa begini dan tidak begitu atas kenyataan hari ini.

Sulitnya. YA, zz akui begitu berat. Zz yang gak apply dan cuma nemenin bisa menangis kayak gini, gimana Tia. Dia begitu bertekad kuat untuk sekolah lagi. Masalahnya : dia udah dapat LoA dari sana. Kuatkan dia Ya Allah, berilah ketabahan dan ketegaran yang banyak untuknya. Sepenuhnya kupercaya Engkau sedang merencanakan hal terbaik buat kami hamba-Mu. Ampunilah kami yang begitu terbatas pengetahuan dan kesadaran ini. Sosok rapuh yang jatuh bangun dalam perjalanan hidup ini.

Dan Pada-Mu lah muara kesedihan itu. Bukan pada yang lain. Hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.

”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28).


--

Dalam tiap jejak langkah kami, kuatkanlah kami Ya Rabb. Engkau lah sebaik-baik tempat meminta pertolongan.

Why must we write?

Ya, kenapa? Untuk hal ini, sederhana saja, merekam momen. Momen yang dilihat oleh mata, dipikirkan oleh fikiran dan dirasakan oleh hati. Lebih kompleks lagi, terkadang orang perlu menumpahkan apa yang dipikirkan. Banyak yang akan didapatkannya, kelegaan setelah kata-kata itu dituangkan dalam bentuk tulisan, dan bisa jadi (bisa jadi nih ya) orang yang membacanya bisa tergerak hatinya jika isi tulisan itu memang persuasif. Untuk hal ini mungkin tidak semua orang mampu melakukannya. Tapi, atas dasar apapun, menulislah. Ada yang pernah bilang, jika tulisanmu tidak mampu membuat orang menjadi lebih baik, maka asal tulisan itu tidak membuat mereka menjadi lebih buruk, tak mengapa.

Jadi? intinya, menulislah ketika engkau ingin menulis. Jika ingin naik setingkat lagi, berilah manfaat dalam tulisanmu. Jika pun tidak, jangan ada niat menimbulkan kemudaratan karenanya. Di atas semuanya, menulis dikatakan dapat menyehatkan secara psikologis, jadi belum apa-apa, begitu banyak keuntungan positif dari menulis. See? ^^

Well, untuk pribadi, terkadang saya merasakan kelegaan luar biasa bisa bercerita lewat tulisan, di blog seperti ini misalnya. Walau ini adalah blog yang kesekian buat saya, saya ingin tetap menjadikannya istimewa, buka blog asal-asal, Insya Allah. Semoga ketika usia saya tidak lagi seprima ini untuk menulis, saya tetap menemukan kebahagiaan tersendiri saat membaca kembali tulisan-tulisan di keranjang cerita saya ini. Tidak terbayangkan rasanya. ^^