Someone We Miss The Most



Apa maksud dari postingan ini? Maksud? Umm, mungkin sebab musabab terbitnya note ini? To tell the truth, lebih kurang didorong oleh dua alasan utama. Yang pertama, saya sedang mengecek draft di blog ‘sana’ dan menemukan onggokan ini di antara tumpukan draft . Yang kedua, saya sedang memikirkan ‘seseorang’ itu karena memang sudah lama tidak bertemu. Oh, well… tujuh bulan sudah saya anggap lama lah. Fufufu.
Tulisan ini bisa dibilang dipicu oleh kejadian yang saya alami beberapa waktu lalu ketika saya masih di Fukui. Jadi, ini bisa juga dianggap sebagai menuliskan pengalaman, more and less. :D

Suatu hari di saat itu, di kelas bahasa, seperti biasa sebelum kelas dimulai, satu orang yang kena giliran pada hari itu, akan menuliskan tanggal, hari, dan keadaan cuaca hari itu di papan tulis. Selanjutnya, mengambil undian secara acak dari sensei. Itu undian sebutan kami, yang pada kenyataannya adalah kertas-kertas yang berisi topik pembicaraan. Jadi, setelah diambil satu topik, speech pun dimulai, secara spontan menurut topik yang didapatkan, dan tentu saja kami semua tidak mengetahui topik2 itu sebelumnya.

Kebetulan sekali pada hari itu adalah giliran saya. Topik undian tanpa hadiah saya kali ini agak meleset jauh dari perkiraan. Biasanya walaupun tidak tahu tapi kurang lebih ada yang mengena sedikit lah. Tapi kali ini?
"Ima, ichiban aitai hito" --> "Someone you miss the most"

Well, perlu waktu untuk menyusun beberapa frase kalimat di dalam kepala, lalu mengeluarkannya untuk didengar oleh semua. Apalagi untuk sesuatu yang di luar prediksi seperti ini. Anehnya, seisi ruangan senyum-senyum penuh arti. Lhaa...memang dikiranya saya sedang mau bilang rindu untuk siapa? :-S
Lalu mulailah saya berceloteh tentang sosok itu. Yang saya kagumi walaupun hingga saat ini saya belum sempat mengatakannya bahwa saya begitu mengaguminya. Yang darinya saya belajar untuk jadi lebih kuat walaupun tidak bisa serius.
Lalu karangan lisan amburadul tak terkendali itu pun selesai. Tiba sesi pertanyaan... *siap-siap*

Beberapa yang selama speech berlangsung terlihat mengangguk atau sesekali senyum-senyum mengacungkan tangan. Duh! Saya cukup paham bagaimana kemudian mereka membombardir saya dengan sporadis. Tanpa disangka pertanyaan sepele tapi butuh jawaban yang tidak bertele-tele itu pun keluar.
"Kenapa harus dia?"

Saya yang Kena Giliran Speech (SKGS) : "Because she’s my mom..." jawab saya dengan senyum gelisah. Bagi saya empat kata itu cukup mewakili bagaimana ambisi saya untuk menjelaskan bahwa saya memang pantas untuk melakukan hal itu. Bahwa itu memang pantas untuk orang yang saya rindukan itu... ;)
Tanpa disangka dalam hitungan detik, diujung kalimat saya itu...
"Gerrrr....huaahuahua..." rentetan itu tidak berjeda hingga beberapa detik...
"Hmm, oke oke... jadi saya jelaskan sedikit deh." saya berusaha sok menyelamatkan diri.

Lalu saya pun bercerita tentang sosok itu. Awalnya sambil tertawa dan dengan ringan saja. Tapi, tanpa sadar saya tiba-tiba disergap rasa aneh yang menjalari hingga ke ujung saraf (?). Rasanya seperti disedot ke pusaran rasa itu. Hmm... walaupun begitu, toh tidak ada perubahan berarti yang tertangkap oleh mereka saat itu. Yokatta (Syukurlah)!! Lagipun, hehe... semacam ada enggan yang tak terdefinisi la. Hahaha.

Lalu acungan tangan selanjutnya memaksa membuat saya harus menjawab, " Adakah kamu menyukai masakannya?"
Haa, pertanyaan apa ini? Tentu hampir bisa dipastikan bagaimana jawaban saya. Jelas-jelas saja saya menyukai masakan ibu saya. Bahkan pernah beberapa kali sampai terbawa mimpi, beliau datang lalu saya meminta dimasakkan makanan favorit saya... Saya yakin hampir 68 % para anak menyukai masakan Ibu mereka. Sudah terlalu parah orang percaya bahwa masakan Ibu adalah yang paling "pas" di antara lainnya. Sebenarnya logic saja, toh memang sejak kita kecil masakan Ibu terus diakrabi lidah kita... Toh memang akan aneh jika kemudian kita mengatakan masakan Ibu tidak cocok dengan selera kita. Agak lucu. Atau malah tidak sama sekali? Walau tentu saja, bisa jadi ada,

Lalu pertanyaan berlanjut
"Koibito ni aitakunai?" --> (Don`t you miss your boyfriend?)

Waaa…hh, tak terbayang, dengan sok diplomatis pasti menjawab dan otomatis menyelamatkan diri dari pertanyaan yang memang sudah diprediksi itu. Tidak berbentuk agaknya di pikiran saya seperti apa bentuk "hal" yang mereka maksud itu. (ish, ish, hahaha).

Setelah saya kembali ke meja, sempat minta ijin ke Sensei mau tanya satu satu ke tiap orang. Kalau versi mereka, siapa yang paling dirindukan saat ini... Sensei pun antusias ingin tahu. Jadilah kemudian satu persatu mengungkapkan jawaban. Dan... tebak, apa jawaban mereka?
Semua tanpa kecuali memberikan satu jawaban yang sama persis dengan saya. Haiyaaa... jadi harusnya jawaban saya itu memang sangat menusiawi bukan? Lalu kenapa harus ditertawakan? :evil:
Huh...!
Tapi lalu semua mengangguk-angguk dengan gaya tak lazim. Sebabnya hanya satu, “mochiron, okaasan da yo!”
Jawaban yang ternyata malah sama itu!! XD
Tentu saja bagi kita berbekas sekali sosok itu. Lalu ayah? Langsung deh setelah Ibu, bagi saya ayah. Walaupun sebenarnya itu bukan esensial masalah nomor-nomor urut seperti ini.

Karena ini masalah perasaan tentu sulit untuk mengukur kadar atau levelnya. Kalau ingin tepat bermain seperti agak hitung-hitungan begitu, sebenarnya ibu adalah sosok paling berpengaruh bagi saya. Ayah? Sama. Sama sekali tidak berarti saat saya mengatakan Ibu yang paling saya inginkan saat itu, saya menomorduakan sosok ayah. Bukan. Sama sekali bukan.
Mereka sama dekatnya ke hati dan diri saya. Tapi entah kenapa saat ditodong posisi pertama untuk disebut, saya memilih menyebut Ibu…

‘Ala kulli hal, anyhow, to my Dad, I love you so much, even more than I can imagine. Thank you for being a good partner-of-life for my mom. From the bottom of my heart, I love you both. Semoga penjagaan Allah senantiasa bersama kalian, Insya Allah.

ps :
the image was taken from here