Being Firm
It's very often that we happily say we should stick to our decision, that we should be very firm to what we have said, for example. Even if it costs a lot, tons of things (feeling thing and non-feeling thing, hahah), well, to say it's more than what people can imagine. :)
Once you've decided on things, may sometimes you see things look uncertain, insecure, anything seems go wrong. Have you ever felt that way? Then how you pamper yourself that what you did is the one that the best to take? even that was the most difficult decision you ever made, the hardest thing to execute, but you just did it. well, be patient then. At least now you feel better, no? As long as you feel relieved that it was good to do this way, that it was good to keep walking and choose this path now. Insya Allah. It's husnuzdan towards things Allah sets for us. He knows the right time, never too early, never too late. :)
So, yap, you know you have made the right decision when you can live peacefully till your deepest inside can feel it. If you don't, well, you've got to work on that. :)
Bergabung bersama Kafilah
Finally, I make up my mind and decided to join one of the blogger community in Banda Aceh, GamInong Blogger!!
So?
well... Congrats to me?! XD
Kenapa? Um, jadi ya, saya itu orang yang masih agak sering bermasalah dengan hal ini. Padahal suka menulis bukan main, bukan lagi tataran hobi, tapi sudah kebutuhan, addicted... sakaw. (harap dipahami ini sama sekali tidak berkorelasi dengan kualitas tulisan. mostly sampah hati dan kepala. XD ). Sehingga, inilah penyebab utama male hana meupu, segan hana meupu.
Itu jadi salah satu hal yang juga bikin saya gak pernah jadi aja gitu gabung dengan komunitas blogger manapun di Aceh padahal masa itu saya masih rajin sekali menulis blog (wordpress-red). Beberapa teman kuliah pernah bergabung di komunitas blogger tersebut dan tiap kali ngomong masalah blog, saban hari disuruh gabung. Lalu saya? ngeles bajaj dengan sukses. Apalagi setelah masa hiatus menahun dari dunia wordpress itu dan memilih untuk nulis di rumah yang ini saja, ajakan bergabung jadi ditanggapi dengan selaksa senyum dan respon standar "gak dulu kayaknya" hahah.
Itu jadi salah satu hal yang juga bikin saya gak pernah jadi aja gitu gabung dengan komunitas blogger manapun di Aceh padahal masa itu saya masih rajin sekali menulis blog (wordpress-red). Beberapa teman kuliah pernah bergabung di komunitas blogger tersebut dan tiap kali ngomong masalah blog, saban hari disuruh gabung. Lalu saya? ngeles bajaj dengan sukses. Apalagi setelah masa hiatus menahun dari dunia wordpress itu dan memilih untuk nulis di rumah yang ini saja, ajakan bergabung jadi ditanggapi dengan selaksa senyum dan respon standar "gak dulu kayaknya" hahah.
Another approaching. Akhir tahun lalu sempat chat dengan sahabat saya yang sedang sekolah di luar Indonesia. Ditanya lagi, gak gabung gitu sama komunitas itu (she named one of them), itung-itung biar semangat terus ngapdet blog. Sebenarnya dia mengacu ke blog wepe yang mulai ditumbuhi belukar jadi gak cuma menulis di blogspot sini tapi juga menghidupkan lagi lampu mati di 'rumah' sana. Jawaban saya masih sama gak signifikannya, 'masih belum balik nulis di wepe. sedangkan yang ini. blognya penuh tinta tumpah, isi kepala, kadang carut-marut tanpa ujung. malee teuh. kecuali ada yang gak sengaja nemu dan baca... " XD
Temen saya, "jiii... gak banget alasannya."
Saya, "... " *aduh*
Jauh di dalam hati,"iya juga sih, tapi memantapkan hati itu perlu, supaya ikhlas dan gak jiper sendiri kalau sampah hati dan kepala itu ter-share link nya dengan suka rela di tempat umum..." *personal blog which turns into very personal* :p
Teman yang lain suatu kali sedang menulis untuk entri blog-nya, "Gak share link blog, za?"
Saya, " umm... heheh, gak. gak enak hati, kesian yang baca broh uteun..."
See...? Bikin palak kan?
...
...
...
Anyway, ending-nya? setelah beberapa hari lalu, setelah teman saya menceritakan tentang salah satu komunitas blogger Aceh dan menyebut tentang GamInong ini, dan dia juga blogger yang sudah bergabung terlebih dahulu, saya memutuskan untuk memikirkan ulang niat saya dulu itu, untuk gak akan muncul di permukaan klub manapun sampai titik domain atau hosting blog penghabisan. :p
Berpikir ulang, perbaiki niat, bahwa itu untuk kebaikan saya sendiri, bahwa saya juga harus tetap terjaga semangatnya untuk menulis, bersilaturahim dengan mereka yang rajin menulis, tertular semangat positif dan kebaikan-kebaikan dari diri dan tulisan mereka. Banyak manfaat dan membawa maslahat. Ok.
Akhirnya... udahlah ayok aja! :D
Akhirnya... udahlah ayok aja! :D
Well, kemarin di approve sama adminnya, Kak Hacky yang kayaknya seru dan agak lucu orangnya, hihi. Ketemu temen-temen yang ternyata udah rame aja di sana. Bakal terancam seru ni kayaknya, pikir saya. Semoga jadi tambah semangat menulis dan rajin update, gak cuma pas datang mood atau 'masalah'. hohoho. *
Karena menulis menyehatkan jiwa, katamu suatu kali za. and for my alter ego, well, it feels really good to get some space among them. Really, thank you, guys. :)
Mahalnya Sebuah Kepercayaan
“I hear no one, I trust no one”. Itu status YM salah seorang teman saya belum lama ini. Kemarin setelah menemuinya di kantornya, kami memutuskan makan siang bareng setelah sekian lama tidak melakukannya karena kini masing-masing punya kesibukan yang berbeda. Setelah makan siang, sharing banyak hal, hingga sampai juga ke bahasan tentang status YM-nya itu. Hihihi. Dan terungkap, ternyata itu ungkapan kekesalannya pada seseorang atas kekecewaan yang bertumpuk. Mungkin agak berlebihan kesannya karena sebabnya memang cuma gara-gara satu orang itu tapi pernyataannya itu `kena` ke semua orang. “Gak separah itu kok, cuma karena lagi kesal aja, dan cuma sama satu orang itu aja sebenarnya…” dia meluruskan hal itu kemudian. Saya cuma bisa senyum-senyum. Kalau sudah masalah perasaan, memang agak payah sih. :p
Pada kesempatan yang lain sebelumnya dan sudah agak lama juga, waktu itu saya masih di Fukui dan chatting lewat YM dengan salah seorang teman saya. Sehabis cerita-cerita, dia sempat menanyakan pendapat saya, “kira-kira sampai berapa kali kita bisa percaya pada orang lain, jika sebelumnya kepercayaan yang kita berikan pernah disalahgunakan”. Waktu itu saya menjawabnya setengah serius, “tergantung kitanya ingin percaya seberapa banyak lagi…”. Teman saya itu malah tertawa. Dari reaksinya yang seperti itu, saya sempat berpikir mungkin jawaban saya itu di luar ekspektasi dia. Bisa jadi dia membayangkan (bisa jadi juga tidak) jawaban akan berupa : cukup sekali itu, atau boleh diberikan satu atau dua kali lagi, jika masih dikhianati juga lebih baik dicukupkan.
Sebenarnya saya tidak sesetengah serius itu juga sih, karena bagi saya memang seperti itu yang akan saya lakukan. Menyerahkan keputusan untuk akan percaya atau tidak lagi pada diri kita sendiri, bukan pada patokan jumlah bilangan tertentu. :mrgreen:
Maka bisa saja setelah ada sekali atau dua kali kepercayaan itu disalahgunakan, saya masih bisa memutuskan untuk mempercayai lagi dengan pertimbangan tertentu, dan bisa jadi pula memutuskan untuk menyelesaikan memberikan amanah apapun walaupun pengkhianatan itu baru terjadi sekali dengan lagi-lagi mempertimbangkan banyak hal. Kenapa? Ya, benar. Tentu saja karena kepercayaan itu bukan perkara main-main.
Tiap kita tentunya merupakan orang dengan tipe yang berbeda satu sama lain. Ada yang bisa dengan mudah memutuskan untuk percaya dan memberikan kepercayaan pada orang lain, ada pula yang butuh waktu yang lama, mulai dari proses pemikiran yang panjang, analisa yang mendalam, pertimbangan dari banyak sisi, penilaian track-record segala macam, hingga akhirnya memutuskan untuk mengamanahkan atau tidak mengamanahkan sesuatu pada orang lain. Ini berlaku pada semua hal dan aspek kehidupan, termasuk wilayah sensitif itu, perasaan. :p
Maka sama juga, saat ada kejadian tidak diinginkan, pengkhianatan atas kepercayaan yang telah diberikan itu, mungkin ada yang langsung memutuskan untuk tidak akan pernah percaya lagi, ada juga yang berani mengambil resiko untuk memberikan kepercayaan itu untuk kali selanjutnya. Tidak ada yang salah dengan hal ini, menurut saya, karena yang paling mengerti bagaimana kepercayaan semahal itu bisa dikhianati dan bagaimana memilih orang yang tepat untuk diberikan kepercayaan itu kembali adalah kita sendiri. Mungkin yang bisa dikatakan salah adalah saat kita terburu-buru dan memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan yang matang dan tanpa pikir panjang atas apapun keputusan yang kita ambil, baik itu memutuskan untuk percaya lagi setelah ada lebih dari satu kali penyalahgunaan kepercayaan itu, ataupun keputusan berat untuk tidak memberikan kesempatan selanjutnya setelah kepercayaan pertama tidak dikelola dengan sungguh-sungguh. Jadinya bukan masalah jumlah bilangan yang kemudian menjadi dasar untuk memutuskan, tapi pertimbangan dari sosok orang itu sendiri, apa yang telah terjadi, dan apa yang mungkin akan terjadi. Seyogianya kembali lagi seperti di atas tadi, ada banyak hal yang patut kita perhitungkan saat memutuskan untuk memberikan kepercayaan atau tidak memberikannya. Dan buat saya misalnya, jadinya bisa saja saya memilih untuk percaya lagi dengan catatan tertentu dan bisa jadi pula menyelesaikannya disitu saja, menjadikan kepercayaan itu kesempatan yang pertama sekaligus yang terakhir untuk orang tersebut.
Anyhow, mengelola kepercayaan sampai kapanpun tentu akan tetap menjadi hal yang berat. Saking beratnya akan menyakitkan saat mendapati diri kita tidak dipercayai lagi hanya karena sedikit kesalahan yang kita lakukan namun dampaknya yang sangat fatal bagi orang yang mempercayakan kepercayaannya pada kita. Mengenai orang-orang yang mau bertahan dan berharap begitu besar untuk memperoleh kembali kepercayaan setelah beberapa kali mengecewakan orang yang telah memberikan kepercayaan buat mereka, saya sempat tersentak sendiri saat mengikuti salah satu acara televisi, Andy`s Diary beberapa waktu lalu. Jadi saat itu ditampilkan beberapa cuplikan edisi K!ck Andy yang dianggap mempunyai nilai khusus di kalangan pemirsa di antara edisi lainnya. Iya, itu program televisi yang pembawa acaranya sendiri mengatakan bahwa ia ingin orang menonton tayangan programnya tidak dengan akal saja, tapi dengan hati juga.
Nah, salah satu edisi yang diangkat disana di antara edisi-edisi yang lain adalah kisah tentang seorang bapak yang dua anak laki-lakinya terjerumus Narkoba berkali-kali, hingga akhirnya mereka berhasil sembuh dan kedua anak laki-lakinya saat itu juga hadir bersama ayah mereka. Saya ingat kata-kata bapak tersebut saat itu kurang lebih seperti ini,” Saya rela kehilangan apa saja harta saya asalkan anak-anak saya bisa keluar dari pengaruh Narkoba”.
Pada kesempatan yang sama, salah seorang anaknya menyampaikan sesuatu mewakili dirinya dan saudaranya pada ayah mereka. Ada bagian yang begitu saya catat di kepala. Bagian yang saya sebut sempat bikin saya tersentak. Kata mereka, “ … terima kasih yang begitu besar buat papa atas harapan yang tak pernah hilang…”
Well, benar-benar laki-laki yang hebat. Dia tidak berhenti percaya dan menaruh harapan agar anaknya sembuh padahal sempat berkali-kali kepercayaannya `dikhianati`. Hingga akhirnya ketegaran menunggu itu berbuah hasil, kedua anaknya berhasil keluar dari ketergantungan pada obat-obat terlarang itu.
Memang sulit sekali mengharapkan bisa dipercaya untuk kali selanjutnya setelah kepercayaan yang pernah diberikan pada kita, rusak. Tapi memutuskan tidak percaya lagi saat ada kesungguhan dari mereka untuk menebusnya, sama sulitnya. Kalau sudah seperti ini, semua kembali pada diri kita, kita hanya perlu melakukan hal yang tepat dengan pertimbangan yang matang bukan menyandarkannya pada jumlah bilangan kesempatan yang mungkin kita berikan semata.
Dan di satu sisi yang lain, rasanya cukup adil juga menghukum mereka yang pernah mengkhianati kepercayaan yang pernah diberikan dengan tidak lagi memberikan amanah apapun (setelah melalui pertimbangan tertentu, tentunya) pada mereka. Agar mereka juga belajar arti penting mengemban kepercayaan yang sudah diberikan. Karena kepercayaan itu mahal, jenderal…!
Sayangnya, mungkin tidak semua orang sadar dan cukup bertanggung jawab dengan apa yang dipercayakan pada mereka.
(walking back to the memory)
(walking back to the memory)
Boleh Jadi
I just found something making me 'weuh atee'...
One said that,
Boleh jadi, yang kita buang, adalah sesuatu yang kita butuhkan.
Boleh jadi, yang kita lupakan, adalah sesuatu yang mengingatkan.
Boleh jadi, yang kita tinggalkan, justeru adalah sesuatu yang selalu menunggu. Setia. Di sana.
...
...
...
Dalam sekejap, banyak hal bergerombol, melintas di kepalaku.
Aku tercenung lama selesai membacanya.
Atas nama semua kesempatan bernama boleh jadi
Aku berbaik sangka saja
One said that,
Boleh jadi, yang kita buang, adalah sesuatu yang kita butuhkan.
Boleh jadi, yang kita lupakan, adalah sesuatu yang mengingatkan.
Boleh jadi, yang kita tinggalkan, justeru adalah sesuatu yang selalu menunggu. Setia. Di sana.
...
...
...
Dalam sekejap, banyak hal bergerombol, melintas di kepalaku.
Aku tercenung lama selesai membacanya.
Atas nama semua kesempatan bernama boleh jadi
Aku berbaik sangka saja
Biar Dia saja yang mengatur ujungnya.
Begitu lebih menenangkan, menyembuhkan
Another Side of Us
Jadi zz setuju kalau tiap orang itu punya sisi terdalam, yang kadang tidak akan dia tunjukkan ke semua orang. Ada sisi suram, sisi sentimentil misalnya yang hanya keluar pada saat tertentu, saat bersama orang-orang tertentu. Kali ini tanpa sengaja zz kok pengen bahas this another side of people, ya.
This little brother of mine, a Malaysian student was actually an intern in my office. They had been here in Banda Aceh for 5 months. Our trip to Sabang with AI members last time was the first and the last trip together after we planned few times. Alhamdulillah, finally we made it. Oh wow, where this talk lead to? So, this guy is a smart student, we all agreed and could sense it from the way he put his opinions and arguments. come to more personal, he sometimes speaks too frank, (nak kate harsh sikit kan, hahah), suka mem bully tetiba, memuji tetiba, gak ngerti. I told him that he loves complaining things. many things, many times. ckckck. That's him then, I mean some parts of him that we know.
And... Guess what, in the last night of our time in Iboih, after finished our dinner, five of us chose to stay a bit longer, sat down nearby the beach in front of our bungalow. Then he started to leverage out his stories, he let out his another side of him. For me, honestly I feel amazed somehow, that's the part I dont really expect.
shortly said, we shared very good memories, really. Thank you for all things till this time!
And... Guess what, in the last night of our time in Iboih, after finished our dinner, five of us chose to stay a bit longer, sat down nearby the beach in front of our bungalow. Then he started to leverage out his stories, he let out his another side of him. For me, honestly I feel amazed somehow, that's the part I dont really expect.
shortly said, we shared very good memories, really. Thank you for all things till this time!
Then I would like to keep some words he wrote which I found beautiful along the picture that I guess he took somewhere else. The sentimental ambience is felt around, isnt it? Alahai nak.
words, pic's credit goes to Kiff |
Morning, noon and night time,
The Iboih's wind blows the sand.
Wherever I walk, Wherever I run,
Im a stranger in this land.
Someone follows him at the beach,
The stranger now has a family.
He knows how to smile till it shows his teeth.
Stranger feels so happy.
Farewell dear my family.
Thanks for every moments that we created together.
Stranger will be back when he's needed.
Our friendship will be remembered forever
The Iboih's wind blows the sand.
Wherever I walk, Wherever I run,
Im a stranger in this land.
Someone follows him at the beach,
The stranger now has a family.
He knows how to smile till it shows his teeth.
Stranger feels so happy.
Farewell dear my family.
Thanks for every moments that we created together.
Stranger will be back when he's needed.
Our friendship will be remembered forever
We coincidentally had a chat today and he said that how he missed Aceh so much. Then surprisingly he drop a line, It 's like we miss the sun when it starts to snow. After that, he asked me to search and listen to that song that later he said the song was one of his fave : Let her go by Passenger. hahaha. and I did! well, its beautiful and sad at the same time. mesti ada cerita kenapa orang jadi suka sama sesuatu apalagi lagu favorit kan. The lyrics is beautiful, you appreciate something when you just realize you already lost it. Oh, human. :)
The Book Thief [Movie Review]
“… When the sun doesn’t look like the sun, it looks like a
silver oyster…” (Liesel Meminger)
Based on Novel “The Book Thief”
Produksi : Amerika-Jerman
Tahun Produksi : 2013 (November)
Durasi : 131 menit
|
If I am asked one word to describe this movie that I watched
few days ago, I’ll say “beautiful”!
It is the first movie this year that I watched 2 times in
a row, biasanya ada jeda. Ini langsung main nonton lagi segera setelah selesai,
walaupun memang karena nemenin adek yang belum nonton full. I enjoyed almost all
of its parts. This is really beautiful one. It would soften your heart during
the time you’re walking through the movie. Saya langsung jatuh hati pada Liesel
dan ayahnya, juga pada ibunya, wanita berwatak keras namun berhati baik tapi seringkali gagal menunjukkan apa yang sebenarnya ia rasakan dengan
baik. I always could not help whenever it comes about this kind of
relationship, you know. Sometimes it does not need too many words to show that
you really care of someone, that you love them sincer ely, that you put them in your first priority,
that their happiness or sadness are always matter to you. Even you tried so
hard to hide your love, you can’t help that actually you do love them. So much. That actually hurts you twice or even more when you hold
yourself from expressing it to those you love.
Apa yang menjadikan hingga saya jatuh hati sebegitunya dan menyebutnya indah? Well, Banyak, saya coba sebutkan beberapa diantaranya ya.
Apa yang menjadikan hingga saya jatuh hati sebegitunya dan menyebutnya indah? Well, Banyak, saya coba sebutkan beberapa diantaranya ya.
Pertama adalah tentang tiap karakter yang penokohannya luar biasa
kuat dan berhasil diperankan dengan pas oleh tiap tokoh. Adalah kepolosan hati Liesel,
seorang gadis kecil yang menjalani hari-harinya dengan sebegitu beban untuk
gadis seusianya. Ia dan adik laki-lakinya diantar oleh sang ibu untuk diadopsi
keluarga Hauberman. Di perjalanan di dalam kereta api, adiknya meninggal dunia.
Kemudian ia bertemu dengan keluarga angkatnya. Dia bertekad bahwa suatu saat ia
akan kembali mencari ibu kandungnya ini. Luka yang terlipat di dalam hati gadis
kecil ini membuat bening di kelopak mata mendesak keluar. Lalu, Hans Haubermann,
yang ramah dan mampu melunakkan hati Liesel dan membuatnya percaya bahwa orang
asing yang tersenyum padanya saat pertama kali mereka bertemu adalah benar berhati baik. Sang ayah angkat yang akhirnya
mengajari Liesel membaca dan membuatkan kamus dinding di basemen rumah mereka
sebagai hadiah buat Liesel. *mengkeret di sudut*
Adalah Rosa Haubermann, istri Hans yang membuat Liesel takut namun pada akhirnya tahu Ibunya sebenarnya wanita baik yang hampir selalu gagal menunjukkan kelembutan hatinya. Adalah Rudi Steiner, teman kecil sekaligus tetangganya yang membuatnya bisa percaya padanya dan mereka akhirnya berteman baik, dan selalu saja punya cara mengajaknya berurusan dalam banyak hal bersama-sama. Hahah. Dialah sahabat kecil berambut kuning berhati pualam yang selalu bersemangat dan memberi warna di cerita ini. Juga Max, seorang yahudi, lelaki muda yang disembunyikan oleh keluarga Liesel di ruang bawah tanah mereka hingga dua tahunan lamanya yang menjadikan keluarga mereka dalam beban dan takut yang berlipat-lipat.
Tak tertolong, saya tercekat berkali-kali dengan kepolosan dan dialog-dialog sederhana, lugas tapi menukik tajam para tokoh dalam film ini dengan setting sejarah Perang Dunia kedua ini.
Adalah Rosa Haubermann, istri Hans yang membuat Liesel takut namun pada akhirnya tahu Ibunya sebenarnya wanita baik yang hampir selalu gagal menunjukkan kelembutan hatinya. Adalah Rudi Steiner, teman kecil sekaligus tetangganya yang membuatnya bisa percaya padanya dan mereka akhirnya berteman baik, dan selalu saja punya cara mengajaknya berurusan dalam banyak hal bersama-sama. Hahah. Dialah sahabat kecil berambut kuning berhati pualam yang selalu bersemangat dan memberi warna di cerita ini. Juga Max, seorang yahudi, lelaki muda yang disembunyikan oleh keluarga Liesel di ruang bawah tanah mereka hingga dua tahunan lamanya yang menjadikan keluarga mereka dalam beban dan takut yang berlipat-lipat.
Tak tertolong, saya tercekat berkali-kali dengan kepolosan dan dialog-dialog sederhana, lugas tapi menukik tajam para tokoh dalam film ini dengan setting sejarah Perang Dunia kedua ini.
Salah satu kriteria film bagus atau buku bagus buat saya yaitu
ada satu hal atau lebih yang tertinggal di hati dan kepala seusai menamatkannya.
Kita belajar hal baru atau teringat pada hal lama, mengasah naluri yang kadang
tumpul, menyegarkan kembali rasa kemanusiaan di dalam diri yang kadang timbul
tenggelam digerus roda pejal kehidupan yang berlari dan menyeret kita dalam
rutinitasnya. Banyak, kadang kita banyak melewatkan hal kecil dan sepele yang
sebenarnya menambah khazanah kemanusiaan kita. Nah, di Book Thief ini, saya
seperti melihat itu berkelebat di sana sini. Nihon go de, maru wo shita! Honto
ni!
Begitu rumit dan menyentuh hubungan anak manusia. Kadang tak
perduli tak ada ikatan darah di antara mu,ketika hatimu mengenali kebaikan di
hati mereka, begitu saja kau merasa itu keluargamu. Yang kau jaga sedih
senangnya, yang kau perdulikan sakit sehatnya, yang kau tangggung beban
gelisahnya, yang kau ambil sebagian resiko hidupnya, yang kau korbankan diri
untuknya, yang kau harapkan keselamatan dan kebaikan buatnya. Adalagi? Mungkin
masih banyak tapi saya hampir kekurangan bahasa mengungkapnya. Benar-benar
makanan hati. Jadi, selain diajak 'tur' ke ke Jerman masa perang dunia kedua saat Nazi sedang gencar-gencarnya melakukan pembersihan terhadap yahudi di negaranya, kita juga diajak melihat kehidupan keluarga ini yang disajikan dengan begitu indah, dan klasik. Menghibur dan mendidik. Di salah satu ajang nonton bareng, ada yang bilang film yang agak serupa dengan ini, A Boy in Strips Pijama, jauh lebih bikin hati sesak dan bagus. Well, pengen nonton juga jadinya. ^^/
BTT. Selesai dengan film ini kita seperti tersadar dan menjadi lebih
bisa mengapresiasi apa yang kita punya, keluarga, orang tercinta, teman dekat
yang berjalan dan berlari di sekitar kita. Semoga kita diberi kelapangan usia
untuk menyaksikan orang-orang yang kita cintai senantiasa bahagia. Untuk selalu
mendoakan mereka dimanapun mereka berada, entah
jauh atau di dekat kita dengan Dia sebaik-baik penjaga.
Untuk film keluaran tahun lalu ini, untuk penyuka drama
klasik, ini makanan hati. This is a highly recommended one. Untuk yang udah nonton,
what do you think? ^^;
...
...
...
...
...
...
Waktu itu hari
bersalju. Heaven Street berselimut putih hampir di merata sudut. Ia tersenyum
sembari mengulurkan tangannya di pintu mobil yang terbuka“… your majesty…”
demikian kalimat yang keluar darinya pada seorang gadis berambut pirang di
sudut mobil yang tadinya enggan turun. Wahai, engkau sungguh dapat mengenali
manusia baik sejak kali pertama ketulusannya menyentuh hatimu bukan?
Subscribe to:
Posts (Atom)
Welcome to zz's home
Thank you for coming, hope you enjoy walking around here :)
About Me
- My Story-Cup
- an ordinary girl who wants to remember her life journey in words since God gives us the way to forget.
Frequently visited
- Aceh Institute
- All About Craft
- Beasiswa-ADB
- Beasiswa-ADS
- Beasiswa-DAAD
- Beasiswa-Erasmus
- Beasiswa-Fulbright
- Beasiswa-Monbusho
- Beasiswa-Taiwan
- Beasiswa-Turki
- Bukan Muslimah Biasa
- Craft in Style
- Detik.com
- Edukasi-KOMPAS
- Erasmus Mundus Info
- Fukui Mesjid
- Gramedia
- Hyperdia-Japan
- Indonesian Culture
- Islamic Center in Japan
- Islamic Center in USA
- Islamic Quotes
- Japan Dorama
- Japan Guide
- Japan Halal Food
- Japanese Culture
- Japanese Recipe
- Khaosan hostels
- KMII Jepang
- Life in America
- Life in Australia
- Life in Japan
- Lonely Planet
- LPSDM Aceh
- Movie Review
- Nice Quote
- Occupy Wall Street
- PHD Comics
- PPI Komisariat Fukui
- Scientific American
- Serambi Indonesia
- Taipeh Grand Mosque
- Taiwan Universities
- TEMPO
- TIME Magazine
- US College
- Voa-Islam
- World Architecture
Friend's Home
Blogwalker
Total Pageviews
Labels
- Heart (1)
Popular Posts
Blog Archive
- May 2017 (1)
- December 2016 (2)
- May 2016 (1)
- November 2015 (3)
- March 2015 (6)
- January 2015 (2)
- December 2014 (2)
- October 2014 (4)
- September 2014 (7)
- August 2014 (1)
- March 2014 (1)
- February 2014 (7)
- January 2014 (8)
- December 2013 (1)
- October 2013 (1)
- September 2013 (4)
- August 2013 (2)
- July 2013 (4)
- June 2013 (8)
- April 2013 (3)
- March 2013 (7)
- February 2013 (4)
- January 2013 (4)
- December 2012 (4)
- October 2012 (8)
- September 2012 (2)
- July 2012 (3)
- June 2012 (1)
- May 2012 (7)
- March 2012 (1)
- February 2012 (1)
- January 2012 (1)
- November 2011 (7)
- October 2011 (4)
- September 2011 (3)
- June 2011 (1)
- April 2011 (1)
- January 2011 (3)
- December 2010 (5)
- September 2010 (4)
- August 2010 (2)
- June 2010 (1)
- May 2010 (7)