The Way We Treat Friendship...

~Men kick friendship around like a football, but it doesn't seem to crack. Women treat it like glass and it goes to pieces.~ ( Anne Morrow Lindbergh)

Alright??
okay, then. ^^;
*I give a promise I'll write clearly later on*

That Big Ego

Seberapa besar ego yang disemayamkan dalam diri tiap kita sebenarnya? Hampir pasti cukup besar hingga kemudian begitu sulit menemukan orang yang tidak arogan dalam mempertahankan ide-ide pembenaran menurutnya. Pasti cukup besar hingga kemudian begitu mudah bertemu mereka yang sangat yakin kebenaran mutlak selalu ada di tangan dan mulutnya, tak pernah pada diri orang lain. Pasti cukup besar hingga betapa terkadang siapapun cukup mudah untuk merasa tak sudi dan menahan diri dari sepotong kata maaf dan memilih untuk menzalimi hatinya sendiri untuk bergeming di tempatnya berdiri, tempatnya sendiri.

Being a self righteous person may never wrong. What is not true that they false anyone who disagree to what they said. What an irony.

Bitter Life

~ sometimes life’s just like a tormenting game, what you want is right in front of you but you can’t get it ~ ( Takemoto Yuta – Hachikuro)

Can’t agree more to those words he said. Yep, I’m really going with that. Then after saying it, may someone will drop his word and finish your line, “that’s what so called life, my dear”

Berapa kali kita dihadapkan pada hal-hal sedemikian rupa dalam hidup kita, sejak dulu, sepanjang kita mulai mampu mengingat-ngingat dan mencatat sendiri hal-hal yang kita dapat, hal-hal yang berhasil kita capai, hal-hal yang lewat begitu saja di hadapan kita, ataupun hal-hal yang mereka atau kita sendiri beri judul ‘gagal’ ? berapa banyak kali?

Allah saja yang paling tahu dan Penyimpan Rahasia yang paling amanah bukan? Rahasia dari tiap kita, aib kita yang ditutup-Nya, khilaf dan salah yang diampunkan-Nya, semua, semuanya.
Allah juga yang paling tahu berapa banyak kali kita menyemai harap dan seberapa besar kesungguhan yang kita upayakan untuk menunaikan harap itu menjadi capaian usaha kita. Sebagai makhluk yang beriman pada-Nya, tentu kita yakin Allah saja yang paling tahu.

Ketika yang pernah ‘singgah’ dan ternyata memang hanya sekedar singgah di persimpangan jalan kehidupan kita, ikhlas dan kerelaan lah yang mampu menjawab kesedihan dan kekecewaan. Percaya bahwa Allah menyimpan skenario paling baik buat kita. Dan seyogianya kita harus siap melakoni apapun yang tertulis dalam skenario itu, walau dapat kita pastikan kita selalunya tak pernah tahu skenario apa yang akan berlaku. Yang bisa kita lakukan hanya mengupayakan yang terbaik semampu kita. Ketika hasilnya tak cukup menghibur hati dan pikiran juga fisik tubuh yang terlanjur lelah, apa yang bisa diharap kemudian? Mungkin kebesaran hati untuk melihat bahwa Allah mengatur hal lain yang lebih pantas. Yang mengetahui yang terbaik buat kita tentu saja Pencipta kita bukan, mana mungkin yang lain? Dan mana mungkin diri kita yang lebih tahu dari pada Nya? Mana bisa kita mendangkalkan diri dengan menuduh-nuduh begitu rupa?

Allah menyimpan janjiNya sendiri. Jika pun Ia menunda sesuatu, yakin saja, mungkin kita diminta bersabar dan menempa diri untuk siap menerima hal itu nanti, bukan sekarang, atau mungkin hal lain yang lebih baik akan datang.
Jika Allah memberikan apa yang kita minta, mungkin saja Allah menguji kesungguhan kita, apa benar kita mampu menjaga apa yang kita minta agar diberi. Jika Allah ternyata memang menahannya buat kita, tentu Allah tahu kita berhak mendapatkan yang lebih baik. Perencanaan Allah takkan pernah tertukar, apa yang menjadi hak dan rizki kita juga begitu bukan?

Maka, ketika kemudian kesedihan yang berbaris setelah sesuatu yang kita harapkan tepat di pelupuk mata namun kita tidak mendapatkannya, tak apa. Sedih dan kecewa adalah kualitas paling manusiawi dari diri kita, Setelah itu kita harus segera memagari kekecewaan itu dengan rasa kesyukuran dan berbaik sangka pada ketetapan Allah. Bukankah Allah itu mengikuti sangkaan hamba-Nya? Maka bersangkalah yang baik-baik pada-Nya. Aturlah sedikit persangkaan baik kita.
Mungkin kecewa dan berduka itu tidak hilang serta merta dan sekejap mata. Tapi seberapa lama kita akan berduka hanya kita yang tahu jawabannya. Kita hanya akan terluka dan sedih sejauh yang kita inginkan. Jika kita segera menghentikannya, maka ia akan berhenti, jika kita ‘bertekad’ meneruskannya, tentu ia akan tinggal lebih lama seperti yang kita minta. Maka mintalah ia segera pergi saja, jangan berlama-lama di tempat kita, karena hal yang baik tak akan menunggu lama jika kita pun tak menyimpan tamu duka itu bersama kita selamanya.

Dr. Aidh Al-Qarni juga begitu menyentuh hati. Bukan hanya sekedar dengan melirik sekilas pada judul bukunya yang fenomenal itu, kita sudah diajak move on dari apapun penyebab kesedihan kita. La Tahzan, Jangan bersedih, paling tidak janganlah berlarut-larut dalam kesedihan.
Wallahu ‘alam.