“… When the sun doesn’t look like the sun, it looks like a
silver oyster…” (Liesel Meminger)
Based on Novel “The Book Thief”
Produksi : Amerika-Jerman
Tahun Produksi : 2013 (November)
Durasi : 131 menit
|
If I am asked one word to describe this movie that I watched
few days ago, I’ll say “beautiful”!
It is the first movie this year that I watched 2 times in
a row, biasanya ada jeda. Ini langsung main nonton lagi segera setelah selesai,
walaupun memang karena nemenin adek yang belum nonton full. I enjoyed almost all
of its parts. This is really beautiful one. It would soften your heart during
the time you’re walking through the movie. Saya langsung jatuh hati pada Liesel
dan ayahnya, juga pada ibunya, wanita berwatak keras namun berhati baik tapi seringkali gagal menunjukkan apa yang sebenarnya ia rasakan dengan
baik. I always could not help whenever it comes about this kind of
relationship, you know. Sometimes it does not need too many words to show that
you really care of someone, that you love them sincer ely, that you put them in your first priority,
that their happiness or sadness are always matter to you. Even you tried so
hard to hide your love, you can’t help that actually you do love them. So much. That actually hurts you twice or even more when you hold
yourself from expressing it to those you love.
Apa yang menjadikan hingga saya jatuh hati sebegitunya dan menyebutnya indah? Well, Banyak, saya coba sebutkan beberapa diantaranya ya.
Apa yang menjadikan hingga saya jatuh hati sebegitunya dan menyebutnya indah? Well, Banyak, saya coba sebutkan beberapa diantaranya ya.
Pertama adalah tentang tiap karakter yang penokohannya luar biasa
kuat dan berhasil diperankan dengan pas oleh tiap tokoh. Adalah kepolosan hati Liesel,
seorang gadis kecil yang menjalani hari-harinya dengan sebegitu beban untuk
gadis seusianya. Ia dan adik laki-lakinya diantar oleh sang ibu untuk diadopsi
keluarga Hauberman. Di perjalanan di dalam kereta api, adiknya meninggal dunia.
Kemudian ia bertemu dengan keluarga angkatnya. Dia bertekad bahwa suatu saat ia
akan kembali mencari ibu kandungnya ini. Luka yang terlipat di dalam hati gadis
kecil ini membuat bening di kelopak mata mendesak keluar. Lalu, Hans Haubermann,
yang ramah dan mampu melunakkan hati Liesel dan membuatnya percaya bahwa orang
asing yang tersenyum padanya saat pertama kali mereka bertemu adalah benar berhati baik. Sang ayah angkat yang akhirnya
mengajari Liesel membaca dan membuatkan kamus dinding di basemen rumah mereka
sebagai hadiah buat Liesel. *mengkeret di sudut*
Adalah Rosa Haubermann, istri Hans yang membuat Liesel takut namun pada akhirnya tahu Ibunya sebenarnya wanita baik yang hampir selalu gagal menunjukkan kelembutan hatinya. Adalah Rudi Steiner, teman kecil sekaligus tetangganya yang membuatnya bisa percaya padanya dan mereka akhirnya berteman baik, dan selalu saja punya cara mengajaknya berurusan dalam banyak hal bersama-sama. Hahah. Dialah sahabat kecil berambut kuning berhati pualam yang selalu bersemangat dan memberi warna di cerita ini. Juga Max, seorang yahudi, lelaki muda yang disembunyikan oleh keluarga Liesel di ruang bawah tanah mereka hingga dua tahunan lamanya yang menjadikan keluarga mereka dalam beban dan takut yang berlipat-lipat.
Tak tertolong, saya tercekat berkali-kali dengan kepolosan dan dialog-dialog sederhana, lugas tapi menukik tajam para tokoh dalam film ini dengan setting sejarah Perang Dunia kedua ini.
Adalah Rosa Haubermann, istri Hans yang membuat Liesel takut namun pada akhirnya tahu Ibunya sebenarnya wanita baik yang hampir selalu gagal menunjukkan kelembutan hatinya. Adalah Rudi Steiner, teman kecil sekaligus tetangganya yang membuatnya bisa percaya padanya dan mereka akhirnya berteman baik, dan selalu saja punya cara mengajaknya berurusan dalam banyak hal bersama-sama. Hahah. Dialah sahabat kecil berambut kuning berhati pualam yang selalu bersemangat dan memberi warna di cerita ini. Juga Max, seorang yahudi, lelaki muda yang disembunyikan oleh keluarga Liesel di ruang bawah tanah mereka hingga dua tahunan lamanya yang menjadikan keluarga mereka dalam beban dan takut yang berlipat-lipat.
Tak tertolong, saya tercekat berkali-kali dengan kepolosan dan dialog-dialog sederhana, lugas tapi menukik tajam para tokoh dalam film ini dengan setting sejarah Perang Dunia kedua ini.
Salah satu kriteria film bagus atau buku bagus buat saya yaitu
ada satu hal atau lebih yang tertinggal di hati dan kepala seusai menamatkannya.
Kita belajar hal baru atau teringat pada hal lama, mengasah naluri yang kadang
tumpul, menyegarkan kembali rasa kemanusiaan di dalam diri yang kadang timbul
tenggelam digerus roda pejal kehidupan yang berlari dan menyeret kita dalam
rutinitasnya. Banyak, kadang kita banyak melewatkan hal kecil dan sepele yang
sebenarnya menambah khazanah kemanusiaan kita. Nah, di Book Thief ini, saya
seperti melihat itu berkelebat di sana sini. Nihon go de, maru wo shita! Honto
ni!
Begitu rumit dan menyentuh hubungan anak manusia. Kadang tak
perduli tak ada ikatan darah di antara mu,ketika hatimu mengenali kebaikan di
hati mereka, begitu saja kau merasa itu keluargamu. Yang kau jaga sedih
senangnya, yang kau perdulikan sakit sehatnya, yang kau tangggung beban
gelisahnya, yang kau ambil sebagian resiko hidupnya, yang kau korbankan diri
untuknya, yang kau harapkan keselamatan dan kebaikan buatnya. Adalagi? Mungkin
masih banyak tapi saya hampir kekurangan bahasa mengungkapnya. Benar-benar
makanan hati. Jadi, selain diajak 'tur' ke ke Jerman masa perang dunia kedua saat Nazi sedang gencar-gencarnya melakukan pembersihan terhadap yahudi di negaranya, kita juga diajak melihat kehidupan keluarga ini yang disajikan dengan begitu indah, dan klasik. Menghibur dan mendidik. Di salah satu ajang nonton bareng, ada yang bilang film yang agak serupa dengan ini, A Boy in Strips Pijama, jauh lebih bikin hati sesak dan bagus. Well, pengen nonton juga jadinya. ^^/
BTT. Selesai dengan film ini kita seperti tersadar dan menjadi lebih
bisa mengapresiasi apa yang kita punya, keluarga, orang tercinta, teman dekat
yang berjalan dan berlari di sekitar kita. Semoga kita diberi kelapangan usia
untuk menyaksikan orang-orang yang kita cintai senantiasa bahagia. Untuk selalu
mendoakan mereka dimanapun mereka berada, entah
jauh atau di dekat kita dengan Dia sebaik-baik penjaga.
Untuk film keluaran tahun lalu ini, untuk penyuka drama
klasik, ini makanan hati. This is a highly recommended one. Untuk yang udah nonton,
what do you think? ^^;
...
...
...
...
...
...
Waktu itu hari
bersalju. Heaven Street berselimut putih hampir di merata sudut. Ia tersenyum
sembari mengulurkan tangannya di pintu mobil yang terbuka“… your majesty…”
demikian kalimat yang keluar darinya pada seorang gadis berambut pirang di
sudut mobil yang tadinya enggan turun. Wahai, engkau sungguh dapat mengenali
manusia baik sejak kali pertama ketulusannya menyentuh hatimu bukan?
1 comments:
film ini diangkat dari novel karya markus zusak yang sampai sekarang sedang kami cari tp belum ketemu heheh :D
Post a Comment